Mantan pimpinan Komnas HAM, Ifdhal Kasim. (Foto: Redaksi)
Jakarta, Jurnas.com - Sebanyak 13 mantan pimpinan Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) menyampaikan pernyataan sikap, seruan keprihatinan bersama bertajuk `Selamatkan HAM melalui Pemilu 2024`.
Pernyataan sikap tersebut mereka sampaikan, mengingat situasi HAM dan Rule of Law terkini, menjelang Pemilu 2024 dinilai sangat mencemaskan. Indeks HAM dan the Rule of law mengalami kemunduran sebagaimana dilaporkan oleh World Justice Project, yang akhir tahun lalu diluncurkan.
“Kami melihat merosotnya komitmen kepala negara dalam memajukan dan menegakkan HAM dan Rule of Law. Alih-alih memutus rantai impunitas presiden justru mengekalkan impunitas terhadap pelanggaran hak asasi manusia. Hampir tidak ada upaya serius melawan impunitas,” kata mantan pimpinan Komnas HAM, Ifdhal Kasim, dalam keterangan tertulisnya diterima Jurnas.com di Jakarta, pada Jumat (9/2/24).
Awal Pekan, IHSG Berakhir Menguat 34 Poin
Selain Ifdhal Kasim, belasan bekas pimpinan Komnas HAM yang menyatatakan sikap yakni Zumrotin K Susilo, Ahmad Taufan Damanik, Sandra Moniaga, Amirudin Alrahab, Muh Nurkhoiron, Beka Ulung Hapsara, Roychatul Aswidah, Chairul Anam, Nur Kholis, M. Ridha Saleh, Enny Suprapto dan Johny N Simanjuntak.
Mereka menilai, arus balik otoritarian yang anti HAM dan rule of law sedang pasang. Hal ini antara lain ditandai oleh acapnya pemberangusan kebebasan menyatakan pendapat dan berekspresi, intimidasi oleh aparat dan atau oleh kekuatan politik yang dominan, membiaknya perampasan tanah rakyat, serta dikooptasinya lembaga-lembaga negara demi kepentingan politik pihak-pihak yang sedang berkuasa.
“Hukum berubah menjadi instrumen kekuasaan belaka. Bila tidak dihentikan, arus balik otoritarianisme akan meluluhlantakkan seluruh hasil perjuangan penegakan HAM, rule of law dan demokrasi di Indonesia yang diperoleh melalui gerakan Reformasi,” kata Ifdhal.
Karenanya, Ifdhal Kasim menegaskan bahwa mantan pimpinan Komnas HAM sebagai orang-orang yang pernah mempertahankan penghormatan dan penegakan HAM, rule of law dan demokrasi, melalui Komnas HAM menyerukan beberapa hal. Pertama, Norma HAM adalah nilai tertinggi dalam menyelenggarakan negara dan pemerintahan. Hak pilih dan dipilih merupakan hak yang strategis untuk menentukan masa depan bangsa.
“Maka berbagai bentuk pengingkaran terhadap norma-norma HAM dalam proses Pemilu 2024 dan Pilpres oleh, terutama, unsur-unsur negara harus dihentikan,” ujarnya.
Kedua, lanjutnya, pemilu sejatinya adalah sarana untuk menghormati dan memenuhi HAM, terutama hak memilih dan dipilih serta hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan. Oleh karena itu Pemilu dan Pilpres harus berjalan dengan prinsip jujur dan adil (free and fair election).
“Semua bentuk kecurangan dan penyalahgunaan kekuasaan harus dicegah dan dihentikan. Presiden harus menjadi contoh dalam menjaga prinsip free and fair pada seluruh tahapan Pemilu dan Pilpres 2024 sehingga kemurnian suara rakyat terjaga,” ujarnya.
Selain itu, ketiga, intimidasi atau kecurangan yang dilakukan oleh aparatur negara, atau oleh siapa pun adalah bentuk pengkhianatan pada Konstitusi, atau lebih spesifik lagi merupakan pencurian terhadap hak pilih yang dijamin oleh konstitusi.
“Pencurian suara melalui berbagai kecurangan harus dicegah, kami menyerukan kepada penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP) berani bertindak tegas dan independent,” ujarnya.
Terakhir, keempat, Presiden sesuai amanat UU No.26/2000 tentang Pengadilan HAM memiliki kewajiban jabatan untuk mengajukan para terduga pelanggaran HAM yang berat, yang didasarkan pada penyelidikan pro-justicia oleh Komnas HAM ke Pengadilan HAM.
“Tetapi alih-alih melaksanakan kewajibannya itu, Presiden justru tetap melanjutkan impunitas tersebut, yang jelas-jelas dapat menciderai kualitas HAM dan demokrasi yang sedang dibangun,” ujarnya.
KEYWORD :HAM Rule of Law Ifdhal Kasim Pilpres Pemilu 2024 Hak Asasi Manusia